Senin, 22 Desember 2014

Katanya ummat TERBAIK??

Umat islam di Indonesia itu mayoritas | tapi banyak yang tak berkualitas
Ibu-ibu taklim mingguan | Qasidah latihan tak kenal waktu | sayangnya justru hancur sekejap dari acara yang jauh dari taat
Makin tidak jelas tontonan | makin samar pula kebenaran | makin mudahnya ummat terbodohi
Tabligh akbar di mana-mana | tapi hanya bisa untuk memenuhi dahaga ruhani yg hampa | tapi belum memenuhi rasa taqwa yang penuh
Sehingga STMJ makin laris | Shalat Terus Maksiat Jalan
Acara begini dianggap baik | justru acara ini yang memulai tebarnya syahwat hancurnya moral
Sementara semua tak bisa melarang | toh ini negeri sekuler | orang bebas berbuat tanpa aturan | toh negeri ini tak jadikan islam jadi patokan
Indonesiaku kini... Indonesiaku terancam
‪#‎Ust‬. Rizqi awal

Rabu, 03 Desember 2014

Pasir Dan Batu



Dikisahkan bahwa ada dua orang sahabat sedang melakukan perjalanan menyeberangi padang pasir. Pada suatu tempat, mereka terlibat dalam perdebatan sengit, sahabat yang satu menampar muka sahabat yang lain. Sahabat yang ditampar merasa terluka hatinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, ia menulis di pasir :
“HARI INI SAHABAT BAIKKU MENAMPARKU”Mereka lalu melanjutkan perjalanan.
Dan dalam perjalanan berikutnya, mereka menemukan danau lalu mandi di danau tersebut.
Orang yang ditampar tadi terjebak dalam lumpur hisap dan mulai tenggelam.
Sahabatnya pun datang menolong.
Setelah berhasil diselamatkan ia menulis di atas batu :

“HARI INI SAHABAT BAIKKU TELAH MENYELAMATKANKU”
Temannya berkata, “Tadi kau menulis di pasir, sekarang kau menulis di atas batu, mengapa ?”
Ia pun menjawab,
“Jika seseorang melukai hati kita, sebaiknya kita menulis kejadian itu di atas pasir agar angin pengampunan dapat menghapusnya. Namun, bila seseorang berbuat baik kepada kita, hendaknya kita mengukir peristiwa itu di batu sehingga angin takkan pernah dapat menghapusnya.”
Saudaraku…..
Jadilah pribadi yang mudah untuk memaafkan kesalahan-kesalahan seseorang kepada kita sebagaimana Allah SWT berfirman :
“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
… dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Adapun berbuat baik Allah SWT berfirman :
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri…(QS.Al Isra’ : 7)

Sabtu, 12 Juli 2014

kata-kata hikmah

UNTUKMU REMAJA MUSLIM


Wahai saudaraku para remaja,

ketika hidup ini memiliki tujuan, maka kita tidak akan terombang- ambing tanpa arah dan tujuan. Maka berhentilah berkata bahwa kita masih terlalu muda untuk berpikir serius tentang hidup. Bukankah sesuatu yang besar yang kita harapkan datang di masa depan kelak, dan menyenangkan kita, justru akan bermula dari perbuatan kecil yang kita lakukan sekarang?

Saudaraku,
para remaja muslim, maka kenalilah tujuan mengapa kita harus dihidupkan Allah di dunia ini. Sungguh Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia- sia.Begitu pula dengan keberadaan diri kita. Hidup bukanlah tentang bersenang-senang saja, tetapi sejatinya untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, itulah sebenarnya tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Wahai saudaraku remaja muslim,
suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, hidup kita kini sedang menuju sebuah garis akhir yaitu kematian. Dan bahkan peramal sehebat apapun tak akan bisa menebak, kapan langkah kaki kita akan terhenti dan kita akhirnya mati. Dengarlah Firman Allah berikut ini,

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Maka suka atau tidak suka, mau atau tidak mau sebenarnya hidup itu bukan pilihan. Ya, hidup bukan sama sekali tentang pilihan. Allah memberikan kebaikan supaya engkau baik, dan Allah memberikan pelajaran tentang kejelekan adalah supaya kau juga belajar tentang kebaikan. Jadi kebaikan adalah satu- satunya hal yang harus dipilih. Dan kebaikan itu hanya terkandung dalam islam, yang sekali lagi satu satunya hal yang harus kita pilih. Di dalam islam kita akan justru menemukan banyak pilihan tentang hal- hal yang membahagiakan. Tapi ingatlah, betapapun besarnya kebahagiaan dan kesenangan di dunia, semua pasti akan ada akhirnya. Dan kesenangan abadi seorang muslim adalah ketika nanti kits berada di surganya Allah.

Maka wahai para sahabat muda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sepenuh hati sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada harikiamat, sebagaimana sabdanya:

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Bisakah kau bayangkan betapa ruginya kita, apabila kita sampai di usia remaja ini, belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Saudaraku,
sudah siapkah kita dengan timbangan amal yang pasti, sekali lagi, pasti kita akan menjumpainya nanti. Sudahkah kita menghisab amal perbuatan kita sendiri terlebih dahulu, sebelum Allah nanti menghisap kita dan memperlihatkan timbangan amal kita. Bisakah kau bayangkan, betapa sengsaranya kita, ketika ternyata timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan?. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala :

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

Selain itu,bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, sudahkah kita gunakan kesempatan di masa muda kita ini untuk kebaikan?

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara:

Umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi)

Wahai sahabat remaja, iblis, setan, dan bala tentaranya akan selalu setia dalam berupaya mengajak manusia agar selalu bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala. Tidak lain adalah karena mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka.

Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Wahai sahabat remaja, setiap amalan kejelekan dan maksiat yang kita lakukan, pasti akan dicatat di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti kita juga akan melihat akibat buruk dari semua itu, jika hal itu adalah kejahatan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga ingin umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama segerombolan orang yang kau anggap teman-teman itu, dan melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, maka hal tersebut merupakan wujud solidaritas dan kekompakan. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang mungkin kita cintai akan menjadi musuh yang paling kita benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya) :

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Maka dari itu, sudah selayaknya kita mengadakan koreksi mendalam tentang diri kita sendiri sekarang. Dan perbaikan diri tentu saja bisa kita lakukan jika kita memiliki ilmu.

Saudaraku,
jangan gadaikan keharusanmu mengetahui ilmu tentang islam dengan hanya mengunggulkan ilmu tentang duniawi semata. Karena, menuntut ilmu tentang agama kita ini, merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Buletin Dakwah Al Islam -- #IndonesiaMilikAllah: Syariah dan Khilafah Jalan Keselamatan dan Penyelamatan


#IndonesiaMilikAllah: Syariah dan Khilafah Jalan Keselamatan dan Penyelamatan
[Al-Islam edisi 709, 8 Sya’ban 1435 H – 6 Juni 2014 M ]

Sejak merdeka, negeri ini menerapkan sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalisme. Beragam corak dari keduanya sudah dicoba. Meski begitu, negeri ini justru terasa makin jauh dari cita-cita.


Demokrasi dan Kapitalisme: Ancaman Sejati
Demokrasi dipercaya sebagai sistem politik yang akan menampung seluas-luasnya aspirasi rakyat. Pemimpin pilihan rakyat diyakini akan bekerja demi kepentingan rakyat. Demikian pula sistem ekonomi kapitalisme dipercaya akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat.
Nyatanya, bukan aspirasi rakyat yang mengemuka. Dari para wakil rakyat di Parlemen justru lahir banyak undang-undang yang merugikan rakyat. Banyak pula kebijakan Pemerintah pilihan rakyat yang tidak berpihak kepada rakyat.

Melalui konsep dasar demokrasi, yakni kedaulatan rakyat, negeri ini mempraktikkan kesyirikan yang dilakukan Bani Israel (QS at-Taubah [9]: 31). Sebagaimana diketahui, para pemuka agama Bani Israel itu biasa menghalalkan apa saja yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa saja yang telah Allah halalkan. Semua itu kemudian diikuti dan ditaati oleh umat mereka. Demikian seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam riwayat Imam at-Tirmidzi. Itu sama persis dengan praktik kedaulatan rakyat dalam demokrasi.

Atas nama demokrasi, kaum Muslim dipaksa bermaksiat dengan menyalahi hukum-hukum Allah SWT; mereka diwajibkan terikat dengan hukum-hukum buatan manusia. Atas nama demokrasi, riba dan transaksi ribawi harus diambil dan dijalankan. Atas nama demokrasi dan kebebasannya, zina dianggap lumrah dan bukan kesalahan. Padahal Rasul saw. mengingatkan:
« إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ »
Jika zina dan riba telah menonjol di suatu kampung, maka mereka sesungguhnya telah menghalalkan untuk mereka sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Tentu, betapa besar azab Allah SWT akan menimpa warga negeri ini karena masih banyak kemaksiatan lainnya yang “diharuskan” oleh demokrasi.
Sistem politik demokrasi yang mahal membuat penguasa dan wakil rakyat tidak lagi bekerja sebagai pelayan umat dan pemelihara urusan rakyat. Mereka malah mengabdi demi kepentingan elit pengusaha dan para cukong pemilik modal. Mereka bahkan menjadi pelayan pihak asing. Akibatnya, lahirlah negara korporasi; lahirlah persekongkolan penguasa dengan pengusaha. Jadilah hubungan penguasa dengan rakyat layaknya hubungan penyedia produk dan jasa dengan konsumen. Rakyat diposisikan sebagai konsumen yang harus membayar pelayanan dari negara dan membeli apa saja yang disediakan negara.

Melalui proses politik demokrasi pula lahir peraturan yang menguntungkan para pemilik modal. Bahkan pihak asing, yang notabene penghisap kekayaan negeri ini, lebih dihormati daripada rakyatnya sendiri.

Penerapan demokrasi di bidang politik dibarengi dengan penerapan sistem kapitalisme di bidang ekonomi. Akibat penerapan kapitalisme itu, alih-alih tercipta kesejahteraan bersama, yang ada justru kesenjangan kelompok kaya dan miskin makin meningkat. Hal itu ditunjukkan oleh terus meningkatnya indeks gini rasio dalam lima tahun terakhir yakni 0,37; 0,38; 0,39; 0,40 dan 0,41 tahun 2013. Indeks gini rasio diukur dari 0-1; makin mendekati 1 berarti kesenjangan makin total.

Pertumbuhan ekonomi ternyata hanya dinikmati oleh segelintir orang. Kekayaan lebih banyak dinikmati oleh golongan kaya. Data distribusi simpanan di bank umum Maret 2014 yang dilansir Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi bukti. Total ada 148.342.861 rekening simpanan. Jika diasumsikan satu orang punya satu rekening, artinya lebih dari 100 juta penduduk negeri ini tidak punya rekening simpanan. Sangat mungkin karena mereka memang tak punya uang untuk disimpan. Kesenjangan itu ternyata lebih parah lagi. Rekening simpanan dengan nominal di atas 1 miliar rupiah jumlahnya 396.814 rekening atau hanya 0,27%, tetapi total nominalnya sebesar Rp 2.213.436,73 miliar atau 61,3% dari total nominal simpanan. Itulah hasil dari kapitalisme. Hanya 0,27% penduduk menguasai 61,3% kekayaan. Sebaliknya, 99,63% penduduk memperebutkan 38,7% kekayaan negeri.
Akibat lainnya, sektor pangan, air minum, energi, kesehatan, perbankan, keuangan dan sektor strategis lainnya dikuasai oleh pihak asing. Pihak asing menguasai sektor migas 70% dan sektor tambang 80%. Menurut Riza Damanik dari Indonesia for Global Justice dalam 
Jurnalparlemen.com (8/7/2013),usaha benih tanaman pangan dikuasai pihak asing hingga 95%. Begitu juga budidaya tanaman pangan dan sektor perkebunan. Pihak asing juga menguasai 95% bisnis air minum, 75% sektor industri farmasi dan 80% industri asuransi. Sektor keuangan dan perbankan, sektor perikanan dan kelautan, sektor kesehatan, pelayanan rumah sakit dan klinik spesialis serta sektor strategis lainnya sebagian besar juga dikuasai oleh pihak asing.

Syariah dan Khilafah Melindungi Kebhinekaan
Berdasarkan fakta sejarah, syariah Islam datang melindungi kebhinekaan dan kemajemukan di masyarakat. Sebab, Islam merupakan agama rahmatan lil alamin. Tak tercatat dalam sejarah, di Indonesia atau di negeri lainnya, kekuasaan Islam menindas umat beragama lain.
Dalam penerapan syariah di bawah sistem Khilafah, penindasan terhadap 
ahludz-dzimmah dan mu’ahad—atau yang sekarang disebut kaum minoritas—tidak terjadi. Sebab, Rasul saw. bersabda:
«أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَداً أَوْ اِنْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئاً بِغَيْرِ طَيِبَةِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Ingat, siapa yang menzalimi mu’ahad, mengurangi haknya, membebani dirinya di atas kesanggupannya atau mengambil dari dirinya sesuatu tanpa kerelaannya, maka aku akan memperkarakan dia pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud).

Karena itu tidak aneh, sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam hubungan antara Muslim dan non-Muslim pun harmonis (Lihat: Hourani A.  2005. 
A History of the Arab Peoples. hlm. 33).

Syariah dan Khilafah Mewujudkan Kemakmuran
Di bidang ekonomi, penerapan syariah di bawah Khilafah akan mengembalikan kekayaan alam seperti tambang, migas, hutan, dll kepada seluruh rakyat. Pasalnya, semua kekayaan itu secara 
syar’i memang milik rakyat. Semua itu harus dikelola oleh negara yang seluruh hasilnya wajib dikembalikan kepada rakyat; untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan berbagai pelayanan publik. Harta milik umum dan berbagai sumber pemasukan negara lainnya lebih dari cukup untuk mendanai pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Sangat mungkin dihasilkan surplus seperti pada masa Harun ar-Rasyid. Pada masa itu negara surplus sebesar 900 juta dinar emas (Najeebabadi, 2001, The History of Islam. hlm.  375). Jumlah itu setara Rp 1.912,5 triliun (asumsi emas Rp 500.000/gram). Bandingkan dengan APBN Indonesia tahun 2013 yang hanya Rp 1.683 triliun.

Syariah dan Khilafah dengan sistem ekonomi Islam akan sanggup mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata. Kekayaan tidak akan dinikmati oleh segelintir orang kaya saja. Kesejahteraan dan kemakmuran akan dirasakan oleh seluruh rakyat, Muslim dan non-Muslim. Dalam sejarah penerapan syariah di bawah Khilafah, hal itu benar-benar terwujud. Fakta ini telah diakui termasuk oleh para sejarahwan Barat (Lihat: Bloom and Blair 
Islam – A Thousand Years of Faith and Power,  hlm. 97-98).

Syariah dan Khilafah: Wajib dan Mendesak!
Kewajiban menerapkan syariah dan Khilafah adalah perkara yang sudah sangat dimaklumi. Dengan itu kewajiban kita untuk memutuskan hukum dengan apa yang telah Allah turunkan (QS al-Maidah [5]: 48) bisa ditunaikan. Tanpa penerapan syariah dan penegakan Khilafah; banyak kewajiban akan terlantar, banyak hukum tidak akan terlaksana seperti kewajiban 
qishash (QS al-Baqarah [2]: 178), had bagi pezina (QS an-Nur [24]: 2), had bagi pencuri (QS al-Maidah [5]: 38) dan banyak hukum Allah SWT lainnya.

Banyaknya hukum agama yang ditelantarkan, banyaknya kemaslahatan rakyat yang diabaikan, terjadinya eksploitasi atas manusia, dan banyaknya persoalan yang tak kunjung selesai saat ini, semua itu menunjukkan bahwa penerapan syariah dan Khilafah amat mendesak.
Imam al-Mawardi, ulama mazhab Syafii, dalam bukunya 
Al-Ahkâm as-Sulthâniyah wa al-Wilayât ad-Dîniyah (hlm. 3), mengatakan:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ اللهَ جَلَتْ قُدْرَتُهُ نَدَبَ لِلْأُمَّةِ زَعِيْماً خَلَفَ بِهِ النُّبُوَّةَ، وَحَاطَ بِهِ الْمِلَّةَ، وَفَوَّضَ إِلَيْهِ اَلسِّيَاسَةَ، لِيَصْدُرَ التَّدْبِيْرُ عَنْ دِيْنٍ مَشْرُوْعٍ، وَتَجْتَمِعُ الْكَلِمَةُ عَلَى رَأْيٍ مَتْبُوْعٍ، فَكَانَتْ الْإِمَامَةُ أَصْلاً عَلَيْهِ اِسْتَقَرَتْ قَوَاعِدُ الْمِلَّةِ، وَاِنْتَظَمَتْ بِهِ مَصَالِحُ الْأُمَّةِ.
Ammâ ba’du. Sungguh Allah Yang Maha Tinggi kekuasaan-Nya menyuruh umat mengangkat pemimpin untuk menggantikan kenabian, melindungi agama dan mewakilkan kepada dirinya pemeliharaan urusan umat. Hal itu bertujuan agar pengaturan itu keluar dari agama yang disyariatkan dan agar kalimat menyatu di atas pendapat yang diikuti. Karena itu Imamah (Khilafah) adalah pokok yang menjadi fondasi kokohnya pilar-pilar agama dan teraturnya kemaslahatan-kemaslahatan umat.

Dengan demikian syariah dan Khilafah sejatinya merupakan jalan keselamatan dan penyelamatan bagi negeri ini dan penduduknya. Karena itu seruan untuk menerapkan syariah dan menegakkan Khilafah harus segera kita penuhi.
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian (TQS al-Anfal [8]: 24).

WalLâh a’lam bi ash-shawâb[]

Komentar al-Islam:
Ratusan kepala daerah akan meninggalkan tugas pokoknya selama kampanye Pemilu Presiden 2014. Sebanyak 534 kepala daerah yaitu gubernur, wakil gubernur, bupati dan wali kota mengajukan cuti untuk mengikuti kampanye yang dimulai pada Rabu (4/6) hingga 5 Juli 2014. (Republika, 3/6).
1.     Itulah bukti bahwa kepentingan politik dan kekuasaan lebih diutamakan dari kepentingan rakyat.
2.    Itulah demokrasi, kepentingan rakyat hanya jadi komoditi. Alhasil, campakkan demokrasi!
3.    Penguasa pemelihara urusan rakyat yang sejati hanya terwujud jika syariah dan Khilafah diterapkan. Karena itu segeralah kita wujudkan, jangan ditunda-tunda lagi.

Kamis, 05 Juni 2014

Kebohongan DEMOKRASI

KEBOHONGAN DEMOKRASI





Orang sering mengatakan, apapun sistem politiknya, yang penting rakyat sejahtera. Dari sekian sistem politik yang ada, demokrasi dipercaya sebagai sistem politik terbaik yang akan mewujudkan misi itu. Bukan benar-benar terbaik, tetapi terbaik di antara yang buruk (the best among the worst).
Dengan kemampuan memberikan ruang cukup luas pada aspirasi rakyat, penghargaan pada keragamaan atau pluralitas dengan tetap memberikan kebebasan, baik kebebasan berpendapat dan berkelompok, maupun kebebasan berekspresi, demokrasi dipercaya bisa mengakomodasi kepentingan seluruh anggota masyarakat, termasuk dalam memperlakukan kelompok rakyat miskin dan kaya sehingga kesejahteraan bersama bisa diwujudkan. Namun, dalam kenyataannya justru demokrasilah dengan Kapitalismenya itu yang menjadi penyebab utama terjadinya konsentrasi kekayaan dan timbulnya ketimpangan serta proses pemiskinan di tengah masyarakat. Bagaimana bisa?
 
 
Seperti telah banyak dipahami, inti dari demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat (sovereignty belongs to people), yang perwujudannya tampak pada dua perkara. Pertama, dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Kedua, dalam pemilihan pemimpin.  Dengan kewenangan (wakil) rakyat menyusun peraturan perundang-undangan dan memilih pemimpin, diyakini bahwa peraturan perundangan yang dihasilkan akan selaras dengan kepentingan rakyat, dan pemimpin yang terpilih akan benar-benar bekerja demi rakyat. Namun, yang terjadi tidaklah demikian.
Untuk bisa menjadi anggota parlemen dan menjadi penguasa baik di level negara maupun di level distrik (propinsi dan kota/kabupaten) diperlukan biaya yang tidak sedikit. Nah, kebutuhan akan dana yang besar inilah yang kemudian menjadi pangkal timbulnya masalah. Ambil contoh Amerika Serikat. Di negara yang dianggap sebagai kampiunnya demokrasi, dalam Pemilu baru lalu,  untuk biaya kampanye, Obama dikabarkan menghabiskan paling sedikit 800 juta USD (sekitar Rp 7,2 triliun).  Rivalnya, Mitt Romney juga menghabiskan jumlah kurang lebih sama. Keadaan serupa terjadi di Indonesia. Pasangan Sukarwo dan Saifullah dalam Pilkada Jawa Timur pada tahun 2008 lalu, misalnya, secara resmi menyatakan telah menghabiskan dana Rp 1,3 triliun untuk pencalonannya sebagai gubernur Jawa Timur. Bila untuk pencalonan gubernur saja dihabiskan dana segitu besar,  yang dikeluarkan oleh calon presiden tentu lebih besar lagi. Disebut-sebut paling sedikit  sekitar Rp 1,5 triliun.
Lalu untuk calon anggota legislatif (caleg), biaya yang dikeluarkan juga tak sedikit. Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Pramono Anung, dalam penelitian untuk disertasi doktoralnya mendapati fakta, untuk Pemilu paling sedikit caleg mengeluarkan dana minimal Rp 600 juta. Ada juga yang menghabiskan dana hingga Rp 6 miliar. Biaya itu dari Pemilu ke Pemilu cenderung meningkat. Biaya caleg tahun 2009, misalnya, naik 3,5 lipat dibanding tahun 2004. Untuk Pemilu 2014 mendatang biaya pencalegkan pasti menyentuh angka miliaran.
Pertanyaannya, darimana semua dana itu diperoleh? Di AS, hampir 80% dana sebanyak itu disumbang oleh para pengusaha. Di Indonesia tidaklah berbeda. Kondisi ini tentu memberikan implikasi serius. Pertama, kebijakan pemerintah yang dibentuk melalui proses politik seperti itu pasti kemudian akan cenderung mengutamakan kepentingan pengusaha yang telah mendukungnya. Kedua, peraturan perundangan yang dihasilkan oleh anggota parlemen, terutama yang berkaitan dengan ekonomi,  juga akan cenderung berpihak kepada pemilik modal. Itu dilakukan sebagai kompensasi atau sebagai jalan untuk mendapatkan dana guna mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan. Akhirnya, mereka menjadikan kedudukan dan kewenangan yang mereka miliki itu sebagai alat untuk memperoleh uang karena gaji resmi yang diterima jauh dari kebutuhan.
Oleh karena itu, bisa dimengerti bila kemudian banyak kepala daerah dan anggota parlemen tersangkut perkara korupsi. DPR bahkan dinilai sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, sebanyak 69,7 persen anggota DPR terindikasi korupsi. Sepanjang tahun 2004 hingga 2012, ada 431 orang anggota DPRD provinsi dan 998 orang anggota DPRD Kabupaten/Kota tersangkut kasus korupsi. Lalu 17 dari 33 Gubernur yang ada, dan 148 walikota/bupati juga menjadi tersangka korupsi.
Akhirnya, demokrasi semakin jauh dari realisasi politik “demi kepentingan rakyat.” Para pemilik modal itulah yang akhirnya secara efektif memiliki akses dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Tak heran bila kemudian kebijakan yang diambil oleh pemerintah lebih cenderung menguntungkan para pemilik modal atau kelompok kaya yang tidak lain adalah mereka yang telah mendukung rezim naik ke tampuk kekuasaan sehingga yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin makin tersisihkan.
Keadaan inilah yang menimbulkan  ketimpangan ekonomi di berbagai negara di dunia. Di Amerika Serikat, misalnya, dari tahun 1980 hingga 2005, 80% kekayaan AS hanya dimiliki oleh 1% penduduk. Dari tahun 1979 hingga tahun 2007 pendapatan rata-rata 1% terkaya orang naik 272% dari 350.000 USD ke 1.300.000 USD. Pada kurun waktu yang sama, pendapatan rata-rata 20% penduduk AS termiskin hanya naik 13% dari 15.500 USD ke 17.500 USD.
Di Indonesia, kesenjangan serupa juga terjadi. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal pada tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33.
Data lain memperlihatkan, total pendapatan 20 persen masyarakat terkaya meningkat dari 42,07 persen (2004) menjadi 48,42 persen (2011). Sebaliknya, total pendapatan 40 persen masyarakat termiskin menurun dari 20,8 persen (2004) menjadi 16,85 persen (2011). Kekayaan 40 ribu orang terkaya Indonesia sebesar Rp 680 Triliun (71,3 miliar USD) atau setara dengan 10,33% PDB, dan itu setara dengan kekayaan 60% penduduk atau 140 juta orang.
Dalam konteks global, terjadi pula kecenderungan peningkatan ketimpangan kekayaan. Hingga tahun 2010, sebanyak 0,5% penduduk terkaya (24 juta orang) memiliki 35,6% kekayaan global; 8% penduduk terkaya (358 juta) memiliki 79,3 kekayaan global. Sebaliknya, 68,4% penduduk miskin (3,038 miliar) hanya memiliki 4,2% kekayaan global. Maka tak heran, dalam demo yang marak terjadi di berbagai negara Barat menyusul krisis ekonomi yang tak kunjung surut, mereka membawa poster atau spanduk berbunyi: “Capitalism is not working”, “Capitalism is merely for 1%, we are the 99%”.
Konsentrasi kekayaan hanya pada kelompok kecil itu tentu saja mengakibatkan melajunya proses pemiskinan dan peningkatan jumlah orang miskin di dunia.  Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan juga naik 200% sejak 1980-an.  Kemiskinan adalah pembunuh massal yang sangat kejam. Dilaporkan 22.000 anak-anak di dunia meninggal tiap hari akibat tidak cukup mendapatkan makan, air bersih dan layanan kesehatan. Belum lagi mereka yang terpaksa hidup seadanya, tanpa tempat tinggal yang layak, nutrisi yang mencukupi dan layanan pendidikan dan kesehatan yang semestinya.
 
 
Jadi, mengharap dari sistem demokrasi lahir kesejahteraan bersama adalah sebuah ilusi besar. Ketimpangan ekonomi di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri ini, membuktikan hal itu. Oleh karena itu, mestinya kita tidak ragu untuk meninggalkan demokrasi yang telah tampak jelas kebusukannya, dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk tegaknya syariah. Yakinlah, hanya dengan penerapan syariah secara kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah saja kesejahteraan rakyat akan benar-benar terwujud. Bukan hanya sekadar sejahtera, melainkan juga kesejahteraan yang mulia karena hal itu dilahirkan dari kegiatan ekonomi halal saja dan kegiatan ekonomi haram sama sekali tidak mendapat tempat dalam sistem ini

Dalil Wajibnya KHILAFAH

1. Benarkah tidak ada dalil tentang kewajiban Khilafah ?
Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubro, Juz 6 hlm. 163).

Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 :

أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه
“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.”

Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan, ”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini – sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34)

Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)

Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)

Para ulama menerangkan bahwa dalil-dalil kewajiban Khilafah ada 4 (empat), yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah.
Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYa, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS An-Nisaa`: 59)

Wajhul Istidlal (cara penarikan kesimpulan dari dalil) dari ayat ini adalah, ayat ini telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Ulil Amri di antara mereka, yaitu para Imam (Khalifah). Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT :
فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS Al Maidah : 48)

Wajhul Istidlal dari ayat ini adalah, bahwa Allah telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memberikan keputusan hukum di antara kaum muslimin dengan apa yang diturunkan Allah (Syariah Islam). Kaidah ushul fiqih menetapkan bahwa perintah kepada Rasulullah SAW hakikatnya adalah perintah kepada kaum muslimin, selama tidak dalil yang mengkhususkan perintah itu kepada Rasulullah SAW saja. Dalam hal ini tak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya kepada Rasulullah SAW, maka berarti perintah tersebut berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya hingga Hari Kiamat nanti. Perintah untuk menegakkan Syatiah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang Imam (Khalifah). Maka ayat di atas, dan juga seluruh ayat yang memerintahkan berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, hakikatnya adalah dalil wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), yang akan menegakkan Syariah Islam itu. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.

Dalil Al Qur`an lainnya, adalah ayat-ayat yang memerintahkan qishash (QS Al Baqarah: 178), hudud (misal had bagi pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau had bagi pencuri dalam QS Al Maidah : 38), dan ayat-ayat lainnya yang pelaksanaannya bergantung pada adanya seorang Imam (Khalifah). Ayat-ayat semisal ini, berarti adalah dalil untuk wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), sebab pelaksanaan ayat-ayat tersebut bergantung pada keberadaan Imam itu.
Dalil As Sunnah, banyak sekali, antara lain sabda Nabi SAW :
من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang imam/khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR Muslim, no 1851).

Dalalah (penunjukkan makna) dari hadis di atas jelas, bahwa jika seorang muslim mati jahiliyyah karena tidak punya baiat, berarti baiat itu wajib hukumnya. Sedang baiat itu tak ada kecuali baiat kepada seorang imam (khalifah). Maka hadis ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)
Dalil lain dari As Sunnah misalnya sabda Nabi SAW :
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi amir (pemimpin).” (HR Abu Dawud).

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jika Islam mewajibkan pengangkatan seorang amir (pemimpin) untuk jumlah yang sedikit (tiga orang) dan urusan yang sederhana (perjalanan), maka berarti Islam juga mewajibkan pengangkatan amir (pemimpin) untuk jumlah yang lebih besar dan untuk urusan yang lebih penting. (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, hlm. 11).

Dengan demikian, untuk kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari satu miliar seperti sekarang ini, dan demi urusan umat yang lebih penting dari sekedar perjalanan, seperti penegakan hukum Syariah Islam, perlindungan umat dari penjajahan dan serangan militer kafir penjajah, maka mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah wajib hukumnya.

Adapun dalil Ijma’ Shahabat, telah disebutkan oleh para ulama, misalnya Ibnu Khaldun sebagai berikut :
نصب الإمام واجب ، وقد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة والتابعين
“Mengangkat seorang imam (khalifah) wajib hukumnya, dan kewajibannya dapat diketahui dalam Syariah dari ijma’ (kesepakatan) para shahabat dan tabi’in…” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 191).

Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata :
اعلم أيضًا أن الصحابة رضوان الله عليهم أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب، بل جعلوه أهم الواجبات حيث اشتغلوا به عن دفن رسول الله
Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.” (Ibnu Hajar Al Haitami, As Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 7).

Adapun dalil Qaidah Syar’iah, adalah kaidah yang berbunyi :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Jika suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”
Sudah diketahui bahwa terdapat kewajiban-kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna oleh individu, seperti kewajiban melaksanakan hudud, seperti hukuman had bagin pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau hukuman had bagi pencuri dalam QS Al Maidah: 38, kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban ini tak dapat dan tak mungkin dilaksanakan secara sempurna oleh individu, sebab kewajiban-kewajiban ini membutuhkan suatu kekuasaan (sulthah), yang tiada lain adalah Khilafah. Maka kaidah syariah di atas juga merupakan dalil wajibnya Khilafah. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49).

2.     Apakah khabar dari Rasulullah tentang akan adanya khilafah ala minhajin nubuwah (hadits Hudzaifah bin al Yaman) juga jadi dalil?

Dalil wajib tegaknya khilafah sudah diuraikan di atas. Adapun hadits Hudzaifah bin al Yaman adalah busyra atau kabar gembira Rasululullah tentang bakal kembalinya khilafah di masa mendatang.  Meski tidak mengandung tuntutan atau thalab, tapi hadits tadi penting untuk diperhatikan. Logikanya, tidak mungkin sesuatu itu, yakni Khilafah, dikabarkan oleh Rasulullah bakal kembali tegak bila sesuatu itu bukan perkara penting dan wajib dalam agama ini.

3.     Secara ilmiah dan empiris, sebenarnya kemungkinan tegaknya khilafah di muka bumi?

Pasti akan tegak. Mengapa? Pertama, khilafah itu sebuah kewajiban, bahkan dijanjikan oleh Allah Swt. Dan semua janji Allah pasti akan terwujud asal kita memenuhi semua syarat-syarat bagi terwujudnya janji-janji itu. Sebagaimana jatuhnya  Romawi Timur kepada Islam. Meski itu sangat sulit, tapi karena keyakinan dari para sahabat, para pejuang Islam pada waktu itu bahwa jatuhnya Romawi Timur ini adalah sebuah kemestian, sebuah kewajiban dan sekaligus dijanjikan, maka misi sesulit itu tetap saja dilakukan. Ekspedisi untuk menaklukkan Konstantinopel sudah di mulai semenjak Khalifah Usman bin Affan. Dan Anda tahu, sejarah membuktikan Konstantinopel jatuh baru pada tahun 1453. Jadi hampir 700 tahun kemudian. Ketika panglima Muhammad al-Fatih masuk ke benteng Konstantinopel, dia  teringat kepada hadist yang berbunyi Fala ni’ma al-amir, amiruha. Fala ni’ma al-jaiz fadzalika al-jaiz (sebaik-baik panglima perang adalah panglima perang yang menaklukkan Konstantinopel, dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkan Konstantinopel). Hadis itu dibaca oleh Muhammad al-Fatih, seolah-olah Nabi memuji dirinya. Padahal hadis itu diucapkan pada 700 tahunan sebelum peristiwa besar itu terjadi.

Bila untuk menaklukkan Konstantinopel yang merupakan jantung dari adikuasa Romawi Timur saja akhirnya bisa dilakukan, meski harus melalui upaya yang luarbiasa dan memakkan ratusan tahun, apalagi untuk sebuah khilafah yang itu sudah pernah ada, dan tinggal membangkitkan memori umat, tentu insha Allah akan lebih mudah. Dalam pengalaman gerak Hizbut Tahrir, pengalaman gerak saya di negeri ini sekian tahun lamanya, saya mendapatkan respon yang luar biasa dari umat. Ketika umat ini makin lama makin mendukung, apalagi ditambah dengan kondisi eksternal seperti bagaimana Amerika Serikat dengan kejam menggempur Irak,  juga Afganistan tanpa bisa kita cegah sama sekali, dan konflik Israel dan Palestina yang sudah lebih 50 tahun tidak juga kunjung selesai, para pemimpin umat pun berfikir lalu solusinya apa? Apa yang bisa kita lakukan untuk membela diri? PBB sudah terbukti lebih berpihak kepada negara-negara besar. Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga tidak punya gigi karena masing-masing anggota lebih mementingkan negaranya sendiri-sendiri. Negara-negara Arab sama saja, ASEAN apalagi. Pada puncaknya mereka, para pemimpin umat itu, akan melihat bahwa gagasan khilafah ini yang paling pas. Meski cita-cita itu sangat sulit. Dan kesulitan itu juga yang kami rasakan. Tapi semua masih sangat mungkin berubah, baik karena faktor internal maupun tekanan eksternal. Ada banyak tokoh-tokoh Islam yang pada 20 tahun yang lalu ketika kami pertama kali muncul untuk menyampaikan ide khilafah ini tidak mau mendengar atau bahkan mencibir dan sebagainya, sekarang berubah total, mereka mendukung betul.

Pada kenyataannya pengamat dunia internasional pun  juga memperkirakan khilafah Islam akan berdiri tidak lama lagi. National Intelligence  Council (NIC) yang bersidang di Amerika Serikat baru baru ini, menskenariokan bahwa pada tahun 2020  Islamic Caliphate (khilafah Islam) akan berdiri. Mereka menskenariokan empat kemungkinan pada tahun 2020. Pertama, dunia tetap dipimpin oleh Amerika Serikat. Kedua, dunia dipimpin oleh India atau China. Ketiga, dunia dipimpin oleh seorang tiran, entah dari mana. Lalu yang keempat berdirinya Islamic Caliphate. Bila mereka saja bisa memprediksi bahwa khilafah Islam akan berdiri, mengapa kita bilang itu tidak mungkin?

 4. Bagaimana dengan adanya pihak yang mengatakan, khilafah bukan satu-satunya jaminan bagi kejayaan umat Islam?
 
 Kejayaan umat ditentukan oleh dua faktor. Yang pertama adalah sistem yang baik. Dan yang kedua adalah kepemimpinan yang amanah. Sistem yang baik itu adalah sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, yaitu Allah SWT. Itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang mau tunduk kepada sistem yang baik tadi, dan dia memimpin dengan penuh keadilan.

Secara i’tiqadiy, Allah SWT telah menjamin syariah pasti akan membawa rahmat.  Nabi Muhammad diutus untuk membawa agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-‘alamin).  Dari berbagai ayat dan hadits, kita  dapat disimpulkan bahwa ‘hinama yakunu asy-syar’u takunu al-maslahah’, dimana ada hukum syariat di situ pasti ada kemaslahatan. Sejarah pun membuktikan hal itu.  Kejayaan Islam masa lalu pun diraih ketika kehidupan Islam  dimana di dalamnya diterapkan syariat terwujud serta umat Islam bersatu dan bekerja keras di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Maka, kejayaan yang sama akan diraih kembali di masa yang akan datang melalui jalan serupa.

Kalau kita percaya bahwa Islam dengan akidah dan syariatnya datang untuk membawa rahmat, dan rahmat  adalah segala kebaikan yang kita angankan berupa  kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kebersamaan dan sebagainya, maka bagaimana mungkin rahmat itu akan terwujud kalau kemudian kita menolak ketentuan syariat Islam itu sendiri di mana di dalam syariat itu ada perintah agar kita bersatu.

Kejayaan Islam dibawah Khilafah diakui oleh siapapun yang membaca sejarah dengan jujur. Diantaranya, Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol. XIII, ia menulis: Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.

Jadi, bila bukan dengan khilafah, lantas dengan apa umat Islam akan meraih kembali kejayaannya?

5.     Bagaimana dengan pandangan yang tidak setuju dengan solusi yang ditawarkan oleh HT menyangkut penyelesaian problematika umat Islam yakni perbaikan sistem dan pemimpin sekaligus. Bagi mereka yang penting pribadi masyarakat bagus, nanti otomatis sebuah negara/bangsa akan bagus.?

Itu asumsi yang tampak indah, tapi tidak faktual. Nyatanya, orang akan cenderung menjadi baik dalam lingkungan dan sistem yang baik. Begitu sebaliknya, orang yang baik akan cenderung tergerus kebaikannya dalam lingkungan dan sistem yang buruk. Lihatlah sekarang ini, dalam lingkungan yang korup banyak birokrat yang baik, akhirnya terseret juga menjadi korup. Oleh karena itu dalam menyelesaikan problem kita harus menggarap dua sisi sekaligus yakni sistem dan kepemimpinan.

6.    Bagaimana dengan tudingan bahwa HT mu’tazilah, khawarij, dan bukan bagian dari Ahlu Sunnah wal Jamaah?

Khawarij mempunyai beberapa sebutan. Kadang disebut Haruriyyah karena mereka keluar di suatu tempat yang bernama Harura’. Mereka juga disebut warga Nahrawan, karena Imam Ali memerangi mereka di sana. Di antara kelompok Khawarij ada yang beraliran Abadhiyyah, yaitu para pengikut Abdullah bin Abadh; ada juga yang beraliran Azariqah, yaitu para pengikut Nafi’ bin al-Azraq, dan aliran an-Najadat, yaitu para pengikut Najdah al-Haruri. Merekalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslim karena sejumlah dosa. Karenanya, mereka juga telah menghalalkan darah kaum Muslim. Mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan siapa saja yang loyal kepada keduanya. Mereka telah membunuh Ali bin Abi Thalib setelah menyatakan bahwa beliau halal untuk dibunuh. Secara umum mereka berpandangan bahwa status orang hanya ada dua, Mukmin atau kafir. Mukmin adalah siapa saja yang telah melakukan semua kewajiban dan meninggalkan keharaman. Siapa saja yang tidak seperti itu berarti kafir, ia kekal di dalam neraka. Mereka pun kemudian memvonis kafir siapa saja yang berbeda dengan pandangan mereka. Mereka menyatakan bahwa Utsman dan Ali telah berhukum pada selain hukum yang diturunkan oleh Allah dan zalim. Karena itu, mereka kafir.[1] Bahkan, sekte an-Najadat tegas menolak kewajiban mengangkat imam atau khalifah.[2]

Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas sekali perbedaan Khawarij dengan Hizbut Tahrir, antara lain:

Pertama, dalam masalah iman dan kufur, Hizbut Tahrir berpegang pada prinsip pembuktian yang qath‘i (al-burhân al-qâthi‘). Karena itu, Hizbut Tahrir tidak dengan mudah memvonis orang Islam dengan vonis kafir.[3] 

Kedua, Hizbut Tahrir juga berkeyakinan bahwa umat Islam saat ini masih memeluk akidah Islam, betapapun kotor dan rapuhnya akidah tersebut. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat ini tidak lagi berakidah Islam, karena anggapan seperti justru sangat berbahaya, dan membahayakan.[4] Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah menghalalkan darah kaum Muslim sehingga boleh dibunuh. Bahkan, tumpahnya darah seorang Muslim dianggap masih jauh lebih berharga ketimbang dunia dan seisinya, sebagaimana sabda Nabi saw.:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim. (HR at-Tirmidzi)

Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul). Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.

Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya. 

Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban tersebut.Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya, adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.
Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut. Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.
Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas mereka?

Hizbut Tahrir juga berbeda dengan Muktazilah, antara lain: Pertama, dalam masalah akal. Muktazilah dan Asy’ariyah, sama-sama menggunakan akal tanpa batas, sehingga digunakan melampaui kapasitasnya, sebagaimana dalam pembahasan tentang Sifat Allah; apakah sifat sama dengan Zat (Muktazilah), atau berbeda dengan Zat (Asy’ariyah). Kedua, dalam masalah perbuatan. Muktazilah menyatakan, seluruh perbuatan manusia berasal dari manusia, tanpa membedakan mana yang wilayah ikhtiyari dan ijbari. Ini jelas ditolak oleh Hizb. Ketiga, dalam masalah tawallud al-af’al (konsekuensi perbuatan), yang dinisbatkan kepada manusia. Ini juga berbeda dengan pandangan Hizb. Keempat, dalam masalah takwil. Muktazilah cenderung menakwilkan ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak sejalan dengan pandangannya, sehingga mengorbankan ayat-ayat yang lain. Dengan kata lain, takwil didasarkan pada cocok dan tidak dengan logika, bukan didasarkan pada nas. Ini juga ditolak oleh Hizb. Dengan demikian, jelas sudah, bahwa Hizbut Tahrir tidak bisa dipersamakan dengan Muktazilah. Mempersamakan Hizbut Tahrir dengan Muktazilah hanya menunjukkan kejahilan tentang Muktazilah dan tentang Hizbut Tahrir.

 7.     Mengapa HT tidak  banyak berkembang di Timur Tengah, apakah karena idenya tidak diterima atau karena faktor lain?
Di sepanjang kekuasaan rezim represif di seluruh negara Timur Tengah, bukan hanya HT, gerakan Islam lain yang bersifat politik juga tidak berkembang. Jadi tidak berkembangnya HT bukan karena idenya tidak diterima, tapi lebih karena tekanan penguasa yang memang tidak membiarkan gerakan apapun yang mungkin akan mengancam kekuasaan mereka itu berkembang. Tapi setelah para penguasa itu tumbang, HT dengan cepat berkembang lagi di Mesir, Tunisia, Lybia dan negara-negara Timur Tengah lain.

 8.     Mengapa HT sering dipojokkan?
HT memang sering dipojokkan. Ini aneh, karena dalam perjuangannya HT tidak pernah menggunakan kekerasan atau merugikan orang lain. Gagasan-gasannya juga cukup jelas. Bisa dibaca dan didiskusikan dengan terbuka. Jadi, mengapa HT sering dipojokkan, ada banyak kemungkinan. Bisa karena mereka itu tidak paham substansi dari perjuangan HT, yang intinya bagaimana mewujudkan kembali kehidupan Islam masyarakat dan negara melalui penerapan syariah dalam bingkai khilafah agar kerahmatan Islam bisa dirasakan oleh semua. Bisa juga karena memang tidak suka pada ide ini. Mereka yang tidak paham, insha allah tidak sulit dipahamkan. Dengan sedikit penjelasan, biasanya mereka akan mudah memahami apa sesungguhnya ancaman yang tengah menimpa negeri ini dan apa itu substansi syariah dan khilafah yang tidak lain adalah justru untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman itu.
Sementara yang tidak suka bisa jadi karena ada penyakit dalam hatinya, bisa juga karena mereka telah diuntungkan oleh sistem sekuler yang ada sekarang ini. Dari sini sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa mereka yang menentang ide syariah dan khilafah itulah berarti orang yang tidak menginginkan  Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim dan mengakui bahwa kemerdekaan negeri terjadi atas berkat rahmat Allah, menjadi lebih baik di masa mendatang. Mereka juga berarti menginginkan penjajahan (baru) tetap terus berlangsung karena mereka turut diuntungkan meski itu telah menyengsarakan rakyat banyak.


9.     Siapa yang ada di balik upaya itu?
 Ada dua. Pertama anasir-anasir di dalam negeri, baik muslim maupun non muslim, yang tidak menginginkan Islam tegak. Bila non muslim, pasti mereka tidak memahami esensi perjuangan HT dengan baik dan sudah keblanjur ada kedengkian dan ketakutan tanpa dasar. Sementara bila muslim, pasti mereka adalah muslim yang telah tersekulerkan. Bagaimana mungkin seorang muslim justru menentang perjuangan  bagi tegaknya syariah dan khilafah yang akan membawa Islam kembali jaya.
Kedua, adalah  negara Barat, yang memang akan terus berusaha melanggengkan hegemoninya di dunia Islam, termasuk di Indonesia, demi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Mereka akan menghantam habis setiap kekuatan politik muslim yang berpotensi akan mengganggu hegemoni mereka itu. Dan dalam operasinya mereka akan berkolaborasi dengan kelompok pertama dan kedua tadi.

 10.  Bagaimana HT menghadapi itu semua?
HT menghadapi semua itu dengan tenang dan tegar. HT tidak takut menghadapi semua itu. HT memahami semua itu sebagai salah satu tantangan, hambatan dan rintangan dalam dakwah. Bila karena belum atau salah paham, HT akan datang memahamkannya. Bila itu fitnah, HT akan menjernikah fitnah itu. Dan dalam menghadapi semua tantangan itu, HT yakin sekali akan pertolongan Allah SWT yang pasti akan diberikan kepada para pejuang agamaNya. (Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)

Abad Kejayaan Khilafah

Apa yang terjadi di Dunia Islam dan Barat pada Abad Pertengahan? Barat diselimuti kegelapan (dark ages) dengan sistem pemerintahan teokrasinya. Sebaliknya, kaum Muslim mengalami masa keemasan dengan sistem pemerintahan Khilafahnya.
Kenyataan tersebut sering ditutup-tutupi oleh para penjajah dan kaki-tangannya. Dalam kurikulum sekolah, fakta kejayaan Khilafah dalam segala aspeknya ditutupi. Akibatnya, terjadi pembelajaran sejarah yang ganjil. Buku sejarah yang diadopsi sekolah dengan rinci membahas peradaban manusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi, tetapi kemudian meloncat ke abad 16 Masehi. Mengabaikan 13 Abad peradaban emas Islam dibawah naungan Khilafah.
Kebangkitan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari sosok mulia Rasulullah saw. Michael H Hart dalam bukunya yang fenomenal, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia (1978 M) menempatkan Nabi Muhammad saw. sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Alasannya, Muhammad bukan semata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan kaum Muslim, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.
Pendapat Hart tidak berlebihan karena memang faktanya, selain sebagai rasul yang menerima wahyu, Muhammad saw. pun mampu dengan gemilang memberikan teladan aplikasi dari wahyu tersebut dalam kehidupan sebagai pribadi, kepala rumah tangga, bagian dari masyarakat dan bahkan kepala Negara Islam.
Peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah merupakan titik balik penting bagi peradaban Islam. Di Makkah Nabi saw. susah memperoleh sejumlah kecil pengikut. Namun, di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Muhammad saw. dapat memperoleh pengaruh yang memungkinkan beliau bisa menjadi seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya.
Pada tahun-tahun berikutnya, saat pengikut Muhammad saw. bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Makkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan di pihak Muhammad saw. hingga beliau kembali ke Makkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya, Nabi saw. menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk agama Islam. Tatkala Muhammad wafat tahun 632, tidak ada lagi nabi dan rasul hingga Hari Kiamat. Yang ada adalah pengganti (khalifah) Muhammad saw. sebagai kepala negara (Khilafah).

Akurasi Penulisan Sejarah
Dengan dorongan ketakwaan kepada Allah SWT agar selalu dapat merujuk masalah akidah dan hukum hanya dari sumber otentik saja maka kaum Muslim secara ketat memberlakukan metode periwayatan al-Quran dan al-Hadis. Kaum Muslim sejak abad ke-7 Masehi sudah terbiasa mempraktikan metode sanad dan matan yang melacak keaslian dan keutuhan sebuah informasi langsung dari saksi mata. Bahkan pada awal abad ke-8, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam alias Ibnu Hisyam (w. 834 M) menulis kitab Sirah Nabawiyyah. Kitab ini merupakan kitab sejarah Nabi Muhammad saw. yang ditulis dengan metode periwayatan layaknya penulisan al-Quran dan al-Hadis. Metode ini merupakan metode penulisan sejarah yang sangat canggih dan baru dikenal Barat pada abad ke-16 M. Menurut seorang ahli sejarah Bucla, “Metode ini belumlah dipraktikkan oleh Eropa sebelum tahun 1597 M.”
Metode lainnya adalah penelitian sejarah yang digagas dari ahli sejarah terkemuka, yaitu Abu Zaid Abdur-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami alias Ibn Khaldun (1332-1406 M). Pengarang kitab Kashf adz-Dzunun ini memberikan daftar 1300 buku-buku sejarah yang ditulis dalam bahasa Arab pada masa beberapa abad sejak munculnya Islam.

Pelopor Kesehatan
Sebelum tegaknya Khilafah, dunia ternyata belum mengenal konsep rumah sakit, seperti saat ini. Bangsa Yunani, misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk dewa penyembuhan bernama Aaescalapius. Adapun di Dunia Islam bukan hanya perkembangan dunia kedokteran, bahkan rumah sakit pertama di dunia pun muncul pada awal peradaban Islam. RS pertama dibangun atas permintaan Khalifah Al-Walid (705 M - 715 M). Pembangunan RS secara masif dilakukan pada era Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M). Setelah berdirinya RS Baghdad, di metropolis intelektual itu mulai bermunculan RS lainnya di seantero jazirah Arab.
Di berbagai rumah-sakit semua pasien dari agama apa pun dan suku manapun dan kelas ekonomi apapun mendapatkan pelayanan prima tanpa dipungut biaya. Tak ada pasien yang ditolak untuk dirawat dan berobat. Bangsal pasien laki-laki dipisah dari pasien perempuan. Perawat pria bertugas merawat pria dan perawat wanita merawat pasien wanita. Semua penghuni RS yang beragama Islam berwudhu sebelum shalat. Untuk memenuhi kebutuhan itu, RS menyediakan air yang melimpah dengan dilengkapi fasilitas kamar mandi. Semua pelayanan di RS Islam itu dilakukan dengan mengharap keridhaan Sang Pencipta, Allah SWT.
Lagi-lagi, Islam lebih dulu unggul dan maju dibandingkan dengan Barat. Pasalnya, Eropa baru mengenal konsep rumah sakit tiga abad kemudian, sekitar tahun 1100 M.

Pendidikan Kelas Dunia
Untuk meningkatkan pemahaman keagamaan, sains dan teknologi umat, para khalifah mendirikan berbagai lembaga pendidikan, termasuk universitas. Semua universitas yang ada sepenuhnya dibiayai negara dan wakaf dari kaum Muslim. Dengan begitu para pencari ilmu tidak perlu membayar satu dirham pun.
Selama masa Kekhalifahan Islam itu, tercatat beberapa lembaga pendidikan Islam yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama, nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam. Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga itu berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi dan al-Firdausi.
Lagi-lagi peradaban Barat sangat berhutang budi pada Kekhilafahan Islam Pasalnya, banyak ilmuwan Barat belajar ke berbagai universitas Islam. Bahkan pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas Al-Qarawiyyin. Pasalnya, sebelum menjadi Paus, ia sempat menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di dunia saat itu.

Negara Hukum
Khilafah adalah negara hukum. Artinya, semua aspek pengaturan masyarakat diatur oleh hukum yang jelas, yakni syariah Islam, termasuk untuk mengadili berbagai perselisihan di tengah masyarakat. Hukum sangat penting dalam sistem Islam, karena Allah telah mewajibkan siapapun untuk terikat dengan aturan-aturan Allah, yang menjadi sumber hukum. Wajar jika produk hukum berupa kitab fikih berkembang luar biasa dalam sistem Islam.
Persamaan di depan hukum sejak awal dikenal di dalam Islam. Rasulullah saw. menegaskan persamaan hal ini saat mengatakan, “Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan kupotong tangannya.” Hadis itu bermula ketika seorang Sahabat terdekatnya, meminta Rasulullah saw. untuk tidak menghukum seorang wanita terpandang. Rasulullah saw. marah dan menegaskan bahwa siapapun yang bersalah, meskipun anaknya sendiri akan dihukum. Kebijakan ini pun diikuti oleh para khalifah maupun qadhi (hakim) setelah Rasulullah saw. wafat. Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. yang menjadi penguasa tertinggi pada saat itu bahkan pernah dikalahkan dalam peradilan Islam. Pasalnya, dia tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa baju besinya memang benar telah dicuri oleh seorang warga Yahudi.
Islam tidak mengenal pengadilan bertingkat. Pengadilan dilakukan dengan asumsi harus dilakukan secara terbaik oleh hakim manapun, dengan pembuktian yang menunjang. Dalam sistem peradilan Islam, seorang baru bisa dikenai sanksi hukum jika memang terbukti bersalah. Rasulullah saw. menegaskan hal ini dengan memerintahkan meninggalkan hudud (sanksi pidana yang sudah pasti hukumannya) jika masih ada syubhat (keraguan di dalamnya). Tidak aneh jika pembuktian dalam sistem peradilan Islam menjadi hal yang sangat penting. Sistem peradilan Islam hanya menerima empat macam pembuktian, yakni pengakuan, sumpah, kesaksian dan dokumen tertulis yang menyakinkan. Pengakuan terdakwa tanpa paksaan dan penuh kesadaran. Kesaksian sangat ketat. Untuk kasus zina harus ada empat saksi yang langsung melihat secara langsung terjadinya persetubuhan itu. Sebaliknya, jika seseorang mendakwa seseorang berzina namun tidak bisa membuktikan, justru yang mendakwa akan dikenakan sanksi qadzaf (tuduhan palsu).
Yang tak kalah pentingnya, hukum dalam Islam memiliki fungsi zawâjir (pencegah). Hal ini tampak dari tegas dan kerasnya sanksi bagi pelaku kejahatan. Pembunuh akan dikenai qishash (hukum mati). Pencuri dipotong tangannya. Pezina dihukum rajam sampai mati kalau sudah menikah atau dicambuk 100 kali jika belum pernah menikah. Pelaksanaan hukuman ini dilakukan di hadapan orang banyak sehingga menimbulkan efek jera yang tinggi.
Selain itu hukum Islam juga berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa). Dalam pandangan syariah Islam, hukuman atas seseorang di dunia akan menggugurkan dosa-dosanya sekaligus akan menghindarkan dirinya dari hukuman Allah pada Hari Akhir yang sangat keras. Tidak mengherankan jika Maiz al-Aslami dan al-Ghamidiyah, dua orang pelaku zina, datang sendiri kepada Rasulullah saw. untuk meminta hukuman. Semua ini karena masih adanya ketakwaan kepada Allah SWT. Hukuman semacam ini tentu tidak akan ditemukan di peradaban Barat sekular maupun Timur komunis, baik dulu maupun sekarang.

Kondisi Sekarang
Mengapa Dunia Islam sekarang ini sangat mundur, bahkan terpuruk dalam segala bidang kehidupan? Tak pelak lagi, keadaan yang mengkhawatirkan ini merupakan akibat langsung dari umat Islam yang meninggalkan agamanya dalam mengatur seluruh kehidupannya, terutama dalam bernegara pasca runtuhnya Khilafah. Undang-undang negara, hukum dan cara pandang yang berlaku di negeri-negeri Islam saat ini diambil dari paham ideologi Kapitalisme-sekularisme dan Sosialisme-komunisme. Kemunduran Dunia Islam juga merupakan akibat dari praktik yang salah dalam pemahaman dan penerapan Islam. Pengkajian dan penguasaan bahasa Arab yang menjadi kunci keilmuan Islam dibiarkan terus merosot. Ijtihad ditinggalkan. Pada saat yang sama, pintu misionarisme, invasi budaya dan politik dari Barat dibuka lebar-lebar. Pada gilirannya, umat Islam tidak lagi mampu menjaga superioritas negaranya terhadap serangan yang datang bertubi-tubi dari Barat maupun Timur.
Satu-satunya cara agar kaum Muslim mampu meraih kedudukannya kembali sebagai pemimpin dunia tentu saja dengan menegakkan kembali Khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Semua ini harus didukung dengan pembinaan ketakwaan atas setiap individu dan pelaksanaan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Insya Allah, dengan semua itu kejayaan akan kembali ke pangkuan kaum Muslim baik di dunia apalagi di akhirat kelak. 

Syuhada' Syam: Mereka Telah Meraih Kebahagiaan di Tempat Tertinggi

Allah SWT berfirman:
] يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ * ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً * فَادْخُلِي فِي عِبَادِي * وَادْخُلِي جَنَّتِي[
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surge-Ku.” (TQS. Al-Fajr [89] : 27-30).
Mereka syuhada’ Syam tengah mencapai illiyyin, insya Allah.
Media Informasi Hizbut Tahrir wilayah Suriah kembali berduka atas syahidnya para pahlawan revolusi Syam yang lain, di antara para pengemban dakwah yang terbaik rahimahumullâh, semoga Allah merahmati mereka semua:
  • Asy-Syahid al-Baththal Muhammad Zidan rahimahullâh, semoga Allah merahmatinya.
  • Asy-Syahid al-Baththal Abdul Qadir Zidan rahimahullâh, semoga Allah merahmatinya.
  • Asy-Syahid al-Baththal Ali Abdur Razzaq rahimahullâh, semoga Allah merahmatinya.
Mereka telah membawa obor revolusi melawan tirani dan keluarganya. Mereka terus berdakwah untuk agama Allah, dan untuk melanjutkan kembali cara hidup Islam, dengan mendirikan Khilafah Islam. Dengan demikian, mereka telah membawa kebaikan dari semua sisinya.
Asy-Syahid Muhammad Zidan telah bergabung dengan Hizbut Tharir sejak tahun 1967. Beliau mengemban dakwah di jalan Allah dengan penuh kesabaran dan hanya berharap ridha-Nya. Beliau beberapa kali ditangkap, namun hal itu tidak membuatnya berpaling dari kewajiban mengemban dakwah, hingga hari-hari terakhir hidupnya selama agresi tiran atas negerinya dan warganya. Di antara perkataannya yang disampaikan kepada kami dan orang-orang yang beliau temui di hari-hari terakhir hidupnya: “Segala puji bagi Allah, yang telah memberkati kami untuk melihat jihad di jalan Allah melawan rezim boneka penjahat. Dan kami memohon kepada Allah untuk memberkati kami dengan melihat tegaknya Khilafah.
Kami memohon kepada Allah SWT untuk menghiburmu, wahai Abu Mushtafa dengan ditemani para nabi, syuhada’ dan orang-orang shaleh. Dimana lisan beliau rahimahullâh, semoga Allah merahmatinya tak henti-hentina bertakbir “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar”. Dan kami sekarang bertakbir “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” untuk kehancuran setiap orang yang berbuat lalim dan otoriter. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” untuk kehancuran atas tiran Syam;  “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” untuk kehancuran mereka yang berkonspirasi menumpahkan darah kaum Musim, yaitu Dewan dan Koalisi Nasional, juga para aktek serta pengkhianat Allah, Rasulullah dan orang-orang beriman. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar”, segala puji hanya bagi Allah semata atas nikmat iman dan nikmat syahid di jalan Allah. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” kemenangan sudah sangat dekat. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” terwujudnya janji yang benar itu sudah sangat dekat. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar” terwujudnya kabar gembira tegaknya kembali Khilafah Islam sudah di depan mata. “Allâhu Akbar, Allah Maha Besar”, segala puji hanya bagi Allah semata.
Sementara, asy-Syahid al-Baththal Abdul Qadir Zidan telah menggapai syahid bersama dengan ayahnya selama agresi tiran pada hari Senin 15 Rabi’ul Awal 1434 H, bertepatan dengan 25 Februari 2013 M. Dimana Ia (Abdul Qadir Zidan) menolak untuk berpisah dengan ayahnya dalam mengemban dakwah, berjihad di jalan Allah, bahkan hingga syahid di jalan Allah. Sehingga ia bersama dengan ayahnya dan aktivitasnya mengatakan: “Tetap teguh dan tetap teguh, wahai rakyat Syam. Ingat, kemenangan dan surga itulah janji Allah untuk kalian.” Ia telah syahid bersama dengan ayahnya. Keduanya telah menulis lembaran kepahlawanan dan kebanggaan di tanah subur Damaskus untuk menggulingkan tiran dan mendirikan negara Khilafah Islam.
Adapun, asy-Syahid al-Baththal Ali Abdur Razzaq telah meraih syahid menyusul saudaranya asy-Syahid Mushtafa Abdur Razzaq dalam ujian kepahlawanan selama agresi tiran atas Khan al-Asal di tanah subur Aleppo, pada hari Ahad 14 Rabi’uts Tsani 1434 H, bertepatan dengan 24 Februari 2013 M. Ia tampakkan kepahlawanan dengan terus maju pantang mundur di medan tempur.
Sebuah delegasi besar Hizbut Tahrir bersama Ketua Media Informasinya ikut berkabung, bahkan Ketua Media Informasi Hizbut Tahrir wilayah Suriah menyampaikan testimoni delegasi, dimana dalam testimoninya itu dikatakan bahwa: “Kami di Hizbut Tahrir tidak untuk menghibur syuhada’. Namun kami  menyampaikan ucapan selamat dan kegembiraan dengan sampainya mereka di tempat tertinggi di sisi Allah SWT. Dan kami berjanji pada mereka untuk meneruskan perjuangannya hingga berdirinya negara Khilafah Rasyidah di bumi Syam, Insya Allah.” Kemudian diputar sebuah film pendek yang disiapkan oleh Media Informasi tentang kepahlawanan yang dilakukan akhir-akhir ini dalam kehidupan asy-Syahid, sehingga hal itu membuat bahagia keluarga, anaknya dan para hadirin. Maha Benar Allah dengan firman-Nya:
] وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ [
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (TQS. Ali Imran [3] : 169).
Ketua Media Informasi Hizbut Tahrir Wilayah Suriah
Ir. Hisyam Baba
Sumber: hizb-ut-tahrir.info,  23/2/2013